Wednesday, January 19, 2011

Segerakanlah Tobat, Agar Lebih Terhormat

Jika kemaksiatan Anda seluas lautan, maka ampunan Allah melebihi luas langit dan bumi
 
“Hidupku sudah bergelimang dosa dan maksiat, lebih baik aku jalani saja apa adanya, “ demikian sering kita dengar dari sebagian para pelaku maksiat.
 
Banyak para pelaku maksiat merasakan hidup seperti memakan buah simalakama. Dimakan kena gak dimakan tetap juga kena. Akhirnya, mereka tetap berkatifitas dan melakukan kemaksiatan dan keburukan. Contoh seperti ini sesungguhnya sebuah gambaran orang-orang yang putus harapan. Seolah hidupnya sudah tidak berarti lagi.
 
Tak sedikit orang-orang yang sudah berusia lanjut bergaya bak anak muda. Umur sudah mendekati ajal, namun gaya tak ketulungan. Meski sudah keriput, maksiat tetap tak surut. Rambut dikuncir, telinga pakai anting, dan semua tangannya pakai tato. Tua-tua keladi, ujar pepatah. Makin tua makin menjadi-jadi. Bukan insyaf tapi malah terus bermaksiat.
 
Sebaliknya, jika yang tua makin menjadi-jadi, yang muda justru tak memiliki hati. Mereka tahu apa yang dilakukan itu kurang baik dan merugikan, tetap saja menutup mata dan hatinya hanya untuk terus memperkokoh dahaga nafsunya. “Muda Foya-foya, Tua Kaya-raya, Mati masuk Surga, “. Slogan ini awalnya hanya gurauan yang ditempel di stiker-stiker bahkan digunakan jadi T-Sirt. Namun, sesungguhnya saat ini banyak dijadikan modal dan spirit kaum muda.
 
Dengan memasuki masa remaja, mereka seolah punya tiket untuk bisa bersenang-senang dan berbuat apasaja. Dan seringkali pula para orangtua memberikan legitimasi. “Mumpung masih muda, berbuatlah sesukamu,” begitu katanya.
 
Bagaimana mungkin, hanya dengan foya-foya, tanpa amalan sholeh orang bisa masuk surga? sungguh sangatlah mustahil.
 
Banyak orang mengaku sulit untuk melakukan kebaikan. Karenanya ia merasa akan terus berbuat keburukan dan bermaksiat. “Ya, saya sudah tahu ini keliru, tapi masih belum siap melakukannya, “ bagitu jawabnya.

Saturday, January 15, 2011

Menangislah, Ketika Membaca Al-Quran

Tidaklah termasuk golongan kami orang yang tidak bersenandung dengan al-Qur’an, demikian kata Nabi. 

Berbeda dengan Kitab Suci lain, al-Quran adalah firman Allah yang tidak mengandung kebatilan sedikit pun. Ia memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat.

Untuk itu tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang Muslim melebihi keutamaan mempelajari al-Quran. Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari al Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari) 

Karena begitu mulianya kedudukan al-Qur’an, maka ketika membaca al-Quran seseorang perlu memperhatikan adab-adabnya agar mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Nya: 

Pertama, ihlas dan menuluskan niat karena Allah semata. Ini merupakan adab yang paling penting di mana suatu amal selalu terkait dengan niat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya semua amalan itu tergantung niat-niatnya dan setiap orang tergantung pada apa yang diniatkannya…” (HR.al-Bukhari, kitab Bad’ul Wahyi, Jld.I, hal.9) 

Karena itu, wajib mengihlaskan niat dan memperbaiki tujuan serta menjadikan hafalan dan perhatian terhadap al-Qur’an demi-Nya, menggapai surga-Nya dan mendapat ridha-Nya. 

Siapa saja yang menghafal al-Qur’an atau membacanya karena riya’, maka ia tidak akan mendapatkan pahala apa-apa. Nabi SAW bersabda, “Tiga orang yang pertama kali menjalani penyidangan pada hari Kiamat nanti…[Rasulullah SAW kemudian menyebutkan di antaranya]…dan seorang laki-laki yang belajar ilmu lalu mengajarkannya, membaca al-Qur’an lalu ia dibawa menghadap, lalu Allah mengenalkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, maka ia pun mengetahuinya, lalu Dia SWT berkata, ‘Untuk apa kamu amalkan itu.?” Ia menjawab, ‘Aku belajar ilmu untuk-Mu, mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an.’ Lalu Allah berkata, ‘Kamu telah berbohong akan tetapi hal itu karena ingin dikatakan, ‘ia seorang Qari (pembaca ayat al-Qur’an).’ Dan memang ia dikatakan demikian. Kemudian ia dibawa lalu wajahnya ditarik hingga dicampakkan ke dalam api neraka.”(HR.Muslim, Jld.VI, hal.47)

Manakala seorang Muslim menghafal dan membaca al-Qur’an semata karena mengharapkan keridlaan Allah, maka ia akan merasakan kebahagian yang tidak dapat ditandingi oleh kebahagiaan apa pun di dunia.

Jadikanlah Membaca Al-Qur’an Itu Sebagai Gaya Hidup

Berapa lama waktu kita “menyentuh” al-Quran dibanding waktu kita melihat TV atau menyentuh Hanphone?
 
(Ada lima obat penentram jiwa, Pertama, cinta al-Qur’an dengan menyelami maknanya. Kedua, sujudkan jiwa raga di tengah sunyi malam. Ketiga, senantiasa dekatkan dirimu kepada orang sholeh, Keempat, adapun terhadap rasa lapar upayakan bertahan. Kelima, asyiklah berdzikir dan jangan pernah bosan. Salah satu saja engkau khusyu’ melakukannya Insya Allah nasibmu akan dirawat oleh Yang Maha Kuasa).
 
Demikianlah salah satu syair “Tombo Ati” (Obat Merawat Hati) yang pernah dinyanyikan Emha Ainun Nadjid dan Opick.
 
Hati yang sedih, gelisah, takut (kepada selain Allah), marah dan kuatir memerlukan obat. Hati yang tidak ridho, tidak puas, tamak, iri, dengki dan hasad juga membutuhkan obat. Salah satu obat mujarab yang telah ditawarkan Islam adalah dengan membaca al-Qur’an dan merenungkan maksud dalam kandungannya. Namun sayangnya, ada sebagian umat Islam yang jarang bahkan sama sekali tidak pernah memanfaatkan “obat” yang telah diberikan penciptanya dan lebih memilih menggunakan beragam obat lainnya hasil karya ciptanya sendiri untuk mengobati hatinya. Meskipun tanpa disadari sebenarnya pada kenyataannya obat-obat tersebut tidak atau kurang mujarab, bahkan boleh dikata hanya efektif untuk sementara waktu saja.
 
Salah satu “obat” yang seringkali menipu adalah jenis-jenis hiburan yang dikemas seolah-olah baik dan bernuansa religi. Padahal sesungguhnya tidak.
 
Di zaman yang sarat dan marak dengan hiburan yang semakin beragam jenis dan bentuknya, serta bisa didapat dengan mudah dan murah seperti sekarang ini, hiburan tidak lagi sekedar berfungsi sebagai tontonan tapi telah menjadi kebutuhan. Bahkan telah menjadi tuntunan. Hiburan kini telah pedoman dan gaya hidup (life style) manusia modern apapun ras dan agamanya tanpa terkecuali yang beragama Islam.

Banyak Bersyukur, Tanda Nikmatnya Keimanan

Apakah kita merasa hina ketika fasilitas hidup yang kita terima tak sama dengan tetanggga atau saudara kita yang lain?
 
Alkisah, Bukhari Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya ada tiga orang dari Bani Israil, yaitu: penderita lepra, orang berkepala botak, dan orang buta. Allah mengrim malaikat sedang menguji tiga orang yang catat. Pertama-tama Malaikat datang pada penderita lepra. ”Apakah sesuatu yang paling kamu inginkan?” si lepra menjawab, “Rupa yang elok, kulit yang indah, dan apa yang telah menjijikkan orang-orang ini hilang dari tubuhku.” Malaikat mengusap penderita lepra dan hilanglah penyakit yang dideritan.
 
Malaikat pun bertanya lagi kepadanya, “Lalu kekayaan apa yang paling kamu senangi?' Ia menjawab, 'Unta atau sapi.” Maka diberilah ia seekor unta yang bunting.
 
Malaikat kemudian mendatangi orang berkepala botak dan bertanya kepadanya, “Apakah yang paling kamu inginkan?” Si botak menjawab, “Rambut yang indah dan hilang dari kepalaku apa yang telah menjijikkan orang-orang.“ Maka diusaplah kepalanya, dan ketika itu hilanglah penyakitnya serta diberilah ia rambut yang indah. Malaikat pun bertanya lagi kepadanya, “Kekayaan apa yang paling kamu senangi?” Jawabnya, “Sapi atau unta.“ Maka diberilah ia seekor sapi bunting.