Wednesday, March 24, 2010

Menguak Kebatilan Ide Hak Asasi Manusia

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir" (TQS. Qaaf: 18).

Peringatan Hak Asasi Manusia (HAM), setiap tanggal 10 Desember, menurut para pendukungnya dianggap sebagai peringatan munculnya peradaban manusia yang adil dan terlepas dari berbagai penindasan dan eksploitasi. Keberadaan Komisi Nasional (Komnas) HAM, pun tidak terlepas dari wacana ‘interpretasi HAM’ menurut Indonesia yang memang memiliki pandangan tersendiri mengenai HAM. Maka muncullah paradoks dalam masalah HAM, sebagian menganggap HAM sebagai sumber keadilan, tapi di sisi lain menganggapnya sebagai biang kerok berbagai kedzaliman dan penindasan.

Di negara-negara dunia ketiga, tempat sebagian besar masih berlangsung otoritarianisme, ide HAM memang cukup memikat dan mempesona, karena dapat sedikit mengurangi tekanan-tekanan rezim yang mendzalimi dan menindas rakyat. Bahkan sebagian masyarakat menganggap HAM sebagai harapan terakhir setelah mereka putus asa mengharapkan keadilan dan pengayoman dari lembaga-lembaga lainnya.

Tetapi lain lagi HAM bagi Amerika Serikat dan Eropa. HAM disinyalir telah dijadikan alat politik luar negeri untuk mencapai berbagai tujuan dan kepentingan nasional mereka atas bangsa-bangsa lain. Gembar-gembor Amerika Serikat tentang HAM selalu dibarengi dengan standar ganda. Untuk kasus-kasus yang seharusnya diperlakukan sama, bisa terjadi perbedaan penanganan antara satu dengan lainnya, tergantung kepentingan nasional Amerika Serikat.